KOMPAS.com - Selama ini, pola makan yang kaya produk turunan susu, terutama susu itu sendiri, dikatakan dapat mengurangi risiko patah tulah dan osteoporosis.
Namun, sebuah studi baru yang diterbitkan dalam British Medical Journal mengungkapkan, bahwa asupan tinggi susu justru dikaitkan dengan risiko patah tulang dan kematian yang lebih tinggi pada pria dan wanita.
Studi tersebut mengatakan, bahwa asupan tiga atau lebih gelas susu sehari mungkin bisa berbahaya, alih-alih memberi manfaat kesehatan.
Susu mengandung 18 dari 22 nutrisi penting. Hubungan antara kalsium dan vitamin D dalam susu dan pentingnya mereka dalam menjaga kesehatan tulang telah lama dipromosikan dalam pendidikan gizi, terutama dalam hal perkembangan anak.
Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) merekomendasikan dosis harian 3 cangkir susu untuk mendukung kesehatan yang baik dan meningkatkan massa tulang. Disebutkan, asupan tiga atau empat gelas susu sehari dapat menghemat setidaknya 20 persen dari biaya perawatan kesehatan yang berhubungan dengan osteoporosis.
Selain itu, selama ini susu juga dipercaya dapat:
-Menjaga tekanan darah tetap normal.
-Mengurangi risiko penyakit kardiovaskular dan diabetes tipe-2.
-Mencegah kanker usus besar.
-Menyediakan protein untuk pertumbuhan massa otot.
Penelitian observasional yang dilakukan di Swedia, dipimpin oleh Prof. Karl Michaëlsson, memberikan data yang sebaliknya. Terutama mengenai hubungan antara susu dengan kesehatan tulang.
Peneliti berhipotesis bahwa konsumsi susu dalam dosis tinggi dapat meningkatkan stres oksidatif, dan ini dapat meningkatkan angka kematian dan patah tulang.
Hipotesis tersebut didasarkan pada indikasi bahwa susu adalah sumber utama D-galaktosa. Dari galaktosa ini terbentuklah setidaknya setengah dari seluruh laktosa di dalam susu.
Bukti eksperimen pada berbagai spesies hewan menunjukkan, bahwa paparan kronis D-galaktosa dapat merugikan kesehatan dalam bentuk; menyebabkan penuaan dini yang berujung pada umur yang lebih pendek.
Konsekuensi ini terjadi karena stres oksidatif, inflamasi kronis, degenerasi saraf, penurunan respon imun dan perubahan transkripsi gen.
Konsekuensi ini terjadi karena stres oksidatif, inflamasi kronis, degenerasi saraf, penurunan respon imun dan perubahan transkripsi gen.
Kaitan susu dengan tingkat kematian
Untuk menguji hipotesis mereka, para peneliti mengamati dua kelompok masyarakat untuk menganalisa hubungan antara konsumsi susu dengan tingkat kematian dan fraktur tulang:
Kelompok pertama: 61.433 wanita, berusia 39-74 di 1987-1990
Kelompok kedua: 45.339 pria, berusia 45-79 tahun 1997
Peserta diminta mengisi kuesioner mengenai pola dan jenis makanan yang mereka konsumsi, termasuk susu dan produk turunanya, informasi gaya hidup, berat dan tinggi badan, tingkat pendidikan, status perkawinan dan kebangsaan.
Selama 20 tahun, kelompok pertama terus diamati dan hasilnya 15.541 meninggal, 17.252 mengalami patah tulang; 4.259 di antaranya di bagian pinggul. Ini menunjukkan bahwa konsumsi susu dalam jumlah banyak tidak menurunkan risiko patah tulang.
Wanita yang minum lebih dari tiga gelas susu sehari, memiliki risiko kematian yang lebih tinggi daripada wanita yang minum kurang dari satu gelas susu sehari.
Sedangkan, kelompok kedua diamati selama 11 tahun dan hasilnya 10.112 meninggal, 5.066 memiliki patah tulang; 1.116 diantaranya di bagian pinggul. Meskipun kurang jelas dibandingkan kelompok perempuan, laki-laki juga memiliki risiko kematian yang lebih tinggi dengan konsumsi susu yang tinggi.
Kemudian, penelitian lebih lanjut dilakukan untuk menentukan apakah memang benar susu dapat dikaitkan dengan stres oksidatif dan peradangan. Hasilnya, terbukti positif pada kedua jenis kelamin.
Namun, konsumsi produk susu fermentasi, yoghurt dan keju menunjukkan hubungan negatif antara stres oksidatif dan peradangan dikaitkan dengan tingkat penurunan mortalitas dan patah tulang, terutama pada wanita.
Para peneliti mencatat, bahwa mengingat desain penelitian masih bersifat observasi, hasil yang mereka paparkan harus ditafsirkan dengan hati-hati.
Mereka mengatakan bahwa studi ini hanya menunjukkan sebuah asosiasi dan tidak dapat membuktikan sebab dan akibat. Penelitian lebih lanjut harus dilakukan sebelum hasilnya dapat digunakan untuk rekomendasi pola makan.
Menanggapi temuan ini, Prof. Mary Schooling dari City University of New York, berkata, "Karena konsumsi susu dan sumber makanan hewani meningkat secara global akibat peningkatan ekonomi, peran susu terhadap tingkat kematian perlu diteliti lebih dalam dan jika memang perlu, dibangun secara definitif sekarang juga."
Di sisi lain, situs kesehatan Medical News Today baru-baru ini melaporkan segelas susu sehari dapat memperlambat risiko osteoarthritis pada wanita.
Meski penyakit karena usia tidak bisa dihindari oleh siapapun, peneliti mengatakan bahwa minum susu segelas sehari dapat memperlambat perkembangan berbagai penyakit.
statement yang terakhir perlu diperhatikan..........bahwa minum susu 1x sehari dapat memperlambat perkembangan berbagai penyakit. jadi minum susu jangan terlalu banyak (tiga gelas atau lebih)......efeknya tidak baik, namun manfaatnya akan efektif bila minum cukup 1 gelas sehari saja
BalasHapus