Rabu, 28 September 2016

All of my life - Phil Collins


Takut Makan Patin Karena Berlemak? Ini Jawaban Ahli Gizi

TRIBUNNEWS.COM - Ikan patin, banyak disuka karena kelezatannya. Namun, tidak sedikit yang takut mengonsumsinya karena lemaknya.
Seberapa sehat mengonsumsi ikan patin? Apa kandungan gizi di dalamnya dan dampak lemaknya untuk tubuh? Yuk simak ulasan ahli gizi Rosihan Anwar Sgz dalam tulisannya di grup Gerakan Sadar Gizi..
Menurut Rosihan, manfaat ikan patin bagi kesehatan ditandai dengan adanya kandungan yang lemak lebih rendah dibanding ikan jenis lain, terutama dua asam lemak esensial DHA yaitu kira-kira sebesar 4,74 % dan EPA yaitu kira-kira sebesar 0,31 %.
Kedua jenis omega-3 asam lemak ini biasanya dihasilkan dari jenis ikan yang hidup di air dingin seperti ikan salmo, ikan tuna, dan ikan sarden.
Kadar lemak total yang terkandung dalam daging ikan patin adalah sebesar 2,55 % sampai dengan 3,42 %, dimana asamlemak tak jenuh nya adalah di atas 50 %. Asam oleat adalah asamlemak tak jenuh tunggal yang paling banyak terkandung di dalam daging ikan patin yaitu sebesar 8,43 %.
Berdasarkan hasil dari penelitian, kandungan gizi di dalam ikan patin yang berupa lemak tak jenuh (USFA sebesar 50 %) sangatlah bagus untuk mencegah terjadinya resiko penyakit Kardiovaskular.
Lemak tak jenuh juga bermanfaat untuk menurunkan besarnya kadar kolesterol total dan kolesterol LDL yang terkandung di dalam darah sehingga dapat mencegah dan mengurangi terkena penyakit jantung koroner.
Jika di lihat dari rendahnya kadar kolesterol yang terkandung dalam daging ikan patin ( 21-39mg/100 gram), maka manfaat ikan patin sangatlah bagus bagi anda yang sedang menjalankan program diet karena bisa mengurangi asupan kolesterol harian di dalam menu makanan anda.

Toni Ruttimann, Pria Yang Membangun Banyak Jembatan Di Pedalaman Desa

Toni Ruttimann, Pria Yang Membangun Banyak Jembatan Di Pedalaman Desa


Ditulis Oleh: Imam B. Prasodjo

Pagi ini aku ingin sekali lagi berbagi sebuah ceritera lama tetapi hingga kini masih terus berlanjut, menerangi hatiku. Aku ingin berceritera karena aku melihat lagi foto foto kepedihan kembali ditayangkan. Anak anak bergelantungan di atas tali jembatan, yang menusuk hati, seolah tak ada harapan perbaikan.

Kali ini, aku ingin berceritera tentang keteladanan, yang aku harus bagikan kepada semua handai taulan karena ceritera ini membawa berita penuh harapan di tengah kita kini terjajah rasa keputus-asaan.

Ceritera ini bermula sekitar tiga tahun lalu, ketika aku mendapat tilpon seorang direktur PT. Holcim Indonesia yang ingin mempertemukan aku dengan seseorang yang katanya hendak membantu rakyat Indonesia yang tinggal di daerah terpencil, terisolir, terputus dengan dunia luar karena tak ada akses jalan yang menghubungkan.


Aku pun bergegas menemuinya di Restauran Warung Daun, depan Taman Ismail Marzuki. Orang yang aku temui rupanya bernama Toni Ruttiman, pria tampak sederhana berumur sekitar 40 tahun asal Swiss. Melalui handphone, aku coba melakukan menelusuran dengan bantuan google untuk mendapatkan informasi mengenai dirinya. Ah...aku terperanjat. Rupanya dia seorang pekerja sosial pembangun jembatan gantung yang sudah lama malang melintang di banyak negara untuk membantu rakyat kecil yang terlupakan. Dari informasi google, aku segera memahami bahwa aku sedang dipertemukan Tuhan dengan orang luar biasa. Sebuah tulisan segera aku baca: "Mr. Toni Ruttimann: The Bridge Builder from Heaven."

Sejak itulah aku berkenalan dengan Toni Ruttiman dan mulai terlibat dengan aktivitasnya untuk menyiapkan membangun jembatan gantung di banyak daerah terpencil di Indonesia. Aku terpana melihat cara kerja Toni Ruttimann. Ia seorang diri mengurus segala persiapan pembangunan jembatan gantung, mulai dari mengirimkan pipa sumbangan dari Argentina dan wirerope (kawat) dari Swiss, melakukan survey wilayah yang membutuhkan jembatan, menyiapkan workshop, mencari tukang las, hingga menggerakkan warga bergotong royong manakala kelak berbagai bahan jembatan gantung didatangkan.

Coba lihat foto foto itu yang menggambarkan bagaimana Toni Ruttimann bekerja menggerakkan masyarakat bergotong royong membangun jembatan di berbagai daerah di Indonesia.



Aku seperti mimpi menyaksikan keajaiban ini. Dalam waktu sekejap Toni Ruttimann seperti merubah nasib rakyat yang begitu lama menderita. Ia datang, rakyat menyambut. Dengan bahasa isyarat, Toni mengajak warga bergotong royong. Semua seperti terkesima merasakan kharisma luar biasa. Warga pun serentak hanya berkata "Ya" karena percaya sepenuhnya. Toni pun bergegas kembali ke Jakarta menyiapkan semua. Dengan bekerja di workshop pinjaman sebuah perusahaan, ia pun menyendiri merangkai kerangka jembatan. Tak lama kemudian, ia pun datang kembali ke lokasi dengan seluruh bahan dan peralatan sederhana. Warga pun sekali lagi terkesima, dan menyambut dengan uluran tangan suka rela, menurunkan dan membawa pipa yang begitu berat bersama-sama.

 Manakala semua perangkat telah siap, ratusan warga desa berkumpul di pagi hari. Toni pun memanjat pancang jembatan memberi contoh bagaimana merangkai. Kerja bersama pun dimulai, mulai jam 8.00 pagi hari dan baru selesai sore hari. Seperti ajaib, kerja keras warga dalam sehari, membuahkan hasil luar biasa. Jembatan gantung selesai berdiri begitu kokoh. Warga berdiri dan berlahan melangkah melintas jembatan untuk mencoba. Dua wilayah yang semula terputus, kini tersambung satu. Seperti mimpi, warga menyaksikan bagaimana Toni Ruttimann datang tak hanya membawa janji. Aku pun merasakan hati ratusan warga yang berdebar bahagia luar biasa!


Aku menangis melihat kejadian ini. Sementara air-mataku masih terus mengalir dari kedua kelopak mata, Toni bergegas mengemas seluruh peralatan dan pergi tanpa basa basi.

Tiga tahun sudah ia mengembara di berbagai pelosok negeri ini untuk menyelamatkan masa depan anak-anak dengan jembatan gantung indah yang kita tak mampu memberi. Inilah kisah tangan tangan kebaikan yang harus menjadi inspirasi seluruh negeri. Aku pun bertanya pada diriku. Ke manakah hatiku selama ini?

if i only had time - John Rowles


Senin, 26 September 2016

Mengapa Indonesia harus diperbandingkan dengan Korea Selatan

VINCENT GASPERSZ
20 Juni 2014 10:48:24

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/vincentgaspersz07121958/implementasi-pasal-33-uud-1945-pembelajaran-dari-korea-selatan_54f6ed11a3331153098b49cb
Laporan Bank Dunia

Mengapa Indonesia harus diperbandingkan dengan Korea Selatan, yang tingkat kemajuannya telah jauh melampaui Indonesia? Karena kedua negara ini memulai pembangunan secara bersama sekitar tahun 1960-an. Kedua negara ini adalah negara yang jumlah penduduknya miskin ketika memulai pembangunan ekonomi dan industri (perbedaan pada Indonesia kaya akan sumber daya alam vs. Korea Selatan miskin akan sumber daya alam).


 Namunkedua negara ini berbeda seperti bumi dengan langit pada tahun 2014 ini. Korea Selatan pada tahun 1960 merupakan negara miskin (pendapatan per kapita USD 79) dengan tanpa sumber daya alam yang memadai, namun melalui penerapan strategi industrialisasi berorientasi ekspor yang ditunjang oleh fokus pembangunan pada sumber daya manusia sehingga mampu meningkatkan produktivitas sumber daya manusia nasional Korea Selatan secara dramatic telah membawa Korea Selatan pada tahun 2012 telah berpendapatan per kapita USD 22.590 (naik sekitar 286 kali dalam 52 tahun). Sedangkan Indonesiayang memiliki sumber daya alam berlimpah pada tahun 2012 hanya berpendapatan per kapita USD 3.557 (Bank Dunia, 2014). 


Jika ditambah perbandingan dengan Malaysia, Indonesia juga tertinggal jauh. Pada tahun 1960-an, Indonesia, Malaysia, dan Korea Selatan memulai pembangunan dengan status sama-sama menjadi negara miskin. Perbedaan pada Indonesia kaya sumber daya alam, Malaysia cukup sumber daya alam, dan Korea Selatan miskin sumber daya alam. Namun dalam pembangunan karena factor pertumbuhan produktivitas sumber daya manusia yang luar biasa telah membawa Korea Selatan menjadi negara berpendapatan tinggi,

 Malaysia menjadi Negara berpendapatan menengah atas, dan Indonesia menjadi negara berpendapatan menengah bawah. Sebentar lagi (mungkin 1-2 tahun) Malaysia akan menjadi negara berpendapatan tinggi mengikuti Korea Selatan, sedangkan Indonesia terperangkap sebagai negara berpendapatan menengah (middle income trap). Temuan ini menunjukkan bahwa faktor yang membawa kesejahteraan masyarakat suatu negara tergantung pada peningkatan produktivitas sumber daya manusia,

 BUKAN kepemilikan sumber daya alam. Bank Dunia mengklasifikasikan negara-negara di dunia sebagai berikut: Negara berpendapatan rendah memiliki pendapatan per kapita US$975 atau kurang; Negara berpendapatan menengah bawah memiliki pendapatan per kapita dari US$976 sampai US$3.855. Negara berpendapatan menengah atas memiliki pendapatan per kapita dari US$3.856 sampai US$11.905. Negara berpendapatan tinggi memiliki pendapatan per kapita lebih dari US$11.906. Grafik pertumbuhan produktivitas nasional yang diukur berdasarkan GDP perkapita antara Korea Selatan, Malaysia, dan Indonesia ditunjukkan dalam Gambar 1.

 Gambar 1. Pertumbuhan Produktivitas Nasional Korea Selatan, Malaysia, dan Indonesia Periode 1967-2012 Indonesia yang memiliki sumber daya alam berlimpah pada tahun 2012 hanya menghasilkan Produksi Nasional (Produk Nasional Bruto = GNP/Gross National Product) sebesar USD 844 Milyar, sedangkan Korea Selatan yang miskin sumber daya alam mampu menghasilkan Produksi Nasional (Produk Nasional Bruto = GNP) USD 1,133 Milyar (USD 1,13 Trilyun) atau sekitar 1,34 kali dari GNP Indonesia. Jika menggunakan data BPS Indonesia bahwa tingkat kemiskinan di Indonesia per Maret2013 adalah 11,37%, maka kita perlu berhati-hati menginterpretasikan angka ini, mengingat indikator batas garis kemiskinan yang rendah. Jika kita ingin konsisten, maka kita harus menggunakan angka Bank Dunia publikasi tahun 2014, yaitu: pendapatan per kapita Indonesia (2012) = USD 3.420. Persentase penduduk miskin yang berpenghasilan <= USD 2,5/hari = 60,4% (sekitar 149 juta penduduk masih miskin). Jika digunakan angka Bank Dunia dengan menaikkan garis kemiskinan sampai USD 10/hari maka masih ada 98,4% penduduk miskin (sekitar 243 juta penduduk miskin) di Indonesia. Lalu bagaimana dengan Korea Selatan? Pendapatan per kapita Korea Selatan (2012) = USD 22.670. Persentase penduduk miskin yang berpenghasilan <= USD 2,5/hari = 0%, demikian pula persentase penduduk miskin berpendapatan USD10/hari adalah nol persen. Melihat lebih jauh tentang pembangunan kesehatan di Korea Selatan, berdasarkan data Bank Dunia (2014), tingkat kematian bayi (di bawah lima tahun) di Korea Selatan adalah 5/1000 kelahiran, sedangkan di Indonesia adalah 32/1000 kelahiran. Angka kematian ibu melahirkan, di Korea Selatan: 16/100.000, sedangkan di Indonesia 220/100.000. Umur harapan hidup di Korea Selatan 81 tahun, sedangkan di Indonesia 71 tahun. Bagaimana dengan pembangunan pendidikan di Korea Selatan vs. Indonesia? Data Bank Dunia (2014) menunjukkan persentase penduduk yang memperoleh pendidikan tinggi di Korea Selatan 17,9% sedangkan Indonesia hanya 1,17%.Persentase penduduk berpendidikan menengah di Korea Selatan 36,8% sedangkan di Indonesia hanya 11,1%. Tentang tingkat tabungan penduduk di Korea Selatan vs. Indonesia adalah: persentase jumlah penduduk yang menabung di Korea Selatan adalah 46,9%; sedangkan di Indonesia hanya 15,3%. Lebih jauh jika dikaji angka indeks Worldwide Governance Indicators Average (WGIA) di Korea Selatan sebesar +0,76 (positif) sedangkan di Indonesia -0,46 (minus).Bank Dunia menyusun WGIA berdasarkan enam indikator kunci yang menghasilkan angka indeks dari minus 2,5 (terburuk) sampai positif 2,5 (terbaik). Keenam indikator kunci itu adalah: (1) Demokrasi dan Akuntabilitas, (2) Kestabilan Politik dan Ketiadaan Kekerasan, (3) Efektivitas Pemerintahan, (4) Kualitas Peraturan, (5) Penegakan Hukum, dan (6) Pengendalian Korupsi. Berdasarkan data Bank Dunia (2014) diketahui bahwa indeks WGIA dari Indonesia sebesar -0,46 (minus 0,46) adalah hampir sama dengan Negara-negara Filipina (-0,49), Mali (-0,49), Boznia & Herzegovina (-0,43), dan Tanzania (-0.36). Negara-negara yang memiliki WGIA Index terburuk adalah: Somalia (-2,30), Afghanistan (-1,75), Sudan (-1,60), Zimbabwe (-1,47), dan Irak (-1,34).Sedangkan Negara-negara yang memiliki WGIA Index terbaik adalah: Denmark (+1,86), Finlandia (+1,85), New Zealand (+1,83), Sweden (+1,80), Switzerland (+1,71), Belanda (+1,71),Norwegia (+1,70), Australia (+1,63), Canada (+1,62), Singapore (+1,47), dan Jerman (+1,42). Koperasi Pertanian (NACF) di Korea Selatan Korea Selatan memulai pembangunan melaluimelakukan Land Reform secara besar-besaran, kemudian mendirikan koperasi pertanian (National Agricultural Cooperative Federation) pada 15 Agustus 1961. Jika kita mendengar kata koperasi di Korea Selatan, jangan membayangkan seperti koperasi di Indonesia yang juga selalu menghadapi masalah mis-management dan ketidakpercayaan dari masyarakat terhadap koperasi, karena koperasi masih diperlakukan sebagai usaha kecil menengah (UKM). Jumlah koperasi di Korea Selatan pada Februari 2012 adalah 1.167 cabang utama beserta 3.306 unit koperasi. Jumlah Koperasi Regional (968 buah); Koperasi Komoditas Pertanian untuk buah-buahan (25 buah), sayur-sayuran (17 buah), hortikultura (3 buah); Koperasi Peternakan Regional (118 buah); Koperasi Susu (13 buah), Koperasi Babi (7 buah), Koperasi Unggas (2 buah), Koperasi Pemeliharaan Lebah (1 buah), Koperasi Kelinci dan Rusa (1 buah); dan Koperasi Komoditas Ginseng (12 buah). Koperasi Pertanian (NACF) Korea Selatan memiliki lini bisnis: perbankan dan asuransi, pemasok dan pemasaran pertanian, pemasok dan pemasaran peternakan, jasa-jasa pelayanan, yang memiliki anggota pada tahun 2011 sebanyak 2,446,836 orang petani dan associate members sebanyak 15,262,611 orang. Selanjutnya koperasi-koperasi di Korea Selatan jangan dibayangkan seperti Usaha Kecil Menengah (UKM) di Indonesia, karena omzet penjualan dari koperasi-koperasi itu melebihi konglomerat-konglomerat di Indonesia. Sebagai perbandingan pada tahun 2010 (sumber: Global300 Report) omzet dari NACF adalah USD 32.39 Milyar atau setara dengan +/- Rp. 382 Trilyun berada nomor 3 di dunia. NACF hanya kalah dari dua koperasi Jepang yaitu: Nomor 1 dunia Zen-Noh (National Federation of Agricultural Cooperative) dengan omzet 2010 sebesar USD 56.99 Milyar (+/-Rp. 672 Trilyun) dan Nomor 2 dunia: Zenkyoren dengan omzet 2010 sebesar USD 52.33 Milyar (+/-Rp. 617 Trilyun). Bandingkan dengan omzet penjualan dari perusahaan konglomerat di Indonesia pada tahun 2010, yaitu: Astra International (Rp 130 Trilyun),Telkom (Rp 68 Trilyun), Bank Rakyat Indonesia (Rp 50 Trilyun), HM Sampoerna (Rp 43,5 Trilyun), Bank Mandiri(Rp 43 Trilyun), Bumi Resources (Rp 39 Trilyun), Indofood Sukses Makmur (Rp 38 Trilyun), Gudang Garam (Rp 37,5 Trilyun), United Tractors (Rp 37 Trilyun), dan Bank Central Asia (Rp 28 Trilyun). Penjualan Samsung & LG Electronics pada 2010 adalah berturut-turut sekitar USD 134 Milyar (+/-Rp.1.581 Trilyun) dan USD 55 Milyar (+/-Rp. 649 Trilyun). Jika kita melihat cadangan devisa Indonesia per Februari 2014 yang hanya sekitar USD 103 Milyar (+/- Rp. 1.215 Trilyun) dan total ekspor migas dan non-migas Indonesia pada tahun 2010 yang hanya sekitar USD 158 Milyar (+/- Rp. 1.864 Trilyun), maka tampak bahwa total eksporIndonesia pada tahun 2010 lebih rendah daripada penjualan dua perusahaan raksasa Korea Selatan (Samsung & LG). Daftar 20 koperasi top di dunia tahun 2010 versi Global300 Report (2012) ditunjukkan dalam Tabel 1. Tabel 1. Daftar 20 Koperasi Terbesar di Dunia, 2010 (Sumber: Global300 Report, 2012) 14032107561935169628 Perhatian pemerintah pada koperasi-koperasi di Korea Selatan sangat besar, karena koperasi-koperasi itu yang memberikan kontribusi signifikan bagi pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan masyarakat Korea Selatan. Hubungan antara Presiden, Menteri Pertanian dan Perikanan, serta Koperasi Pertanian di Korea Selatan sangat jelas dan terstruktur mulai dari pusat perkotaan sampai ke desa-desa. Pemerintah Korea Selatan TIDAK MENGATUR koperasi-koperasi di Korea Selatan, manajemen dilakukan secara profesional dan digerakkan sebagai unit bisnis mandiri seperti ditunjukkan dalam Gambar 2. Jika sistem pemasaran pertanian di Indonesia masih mempertahankan sistem tradisional dengan rantai pemasaran yang panjang, yaitu: Petani (Produsen) – Pedagang Pengumpul (Tengkulak) – Pengirim (Tengkulak) – Pedagang Besar – Pedagang Eceran – Konsumen; maka di Korea Selatan melalui koperasi-koperasi pertanian telah memperpendek rantai pemasaran yaitu: Petani (Koperasi Petani Produsen) – Agriculture Proccesing Centers (Koperasi-koperasi pertanian) – Agriculture Marketing Complexes (Supermarket yang dimiliki Koperasi Pertanian) – Konsumen. 1403210818699494515 Gambar 2. Struktur Hubungan antara Presiden, Menteri Pertanian dan Perikanan, serta Koperasi Pertanian di Korea Selatan Gerakan Masyarakat Baru Korea Selatan Gerakan Masyarakat Baru (GMB) di Korea Selatan disebut Saemaul. Saemaul yang terdiri dari “Sae” dan “Maul” adalah kombinasi dari dua kata korea yang berarti: Sae (Baru atau Pembaruan) dan Maul (Komunitas), yang berarti Komunitas/Masyarakat Baru atau Pembaruan Komunitas/Masyarakat.Gerakan Masyarakat Baru di Korea Selatan diperkenalkan pada 22 April 1970 oleh Presiden Korea Selatan Park Chung Hee, dan masih berjalan sampai sekarang 2014. Pertama kali Gerakan Masyarakat Baru (GMB) di Korea Selatan ini dimaksudkan untuk memodernisasikan ekonomi pedesaan Korea Selatan berbasiskan pengaturan mandiri (self-governance) melalui koperasi-koperasi pedesaan (semacam Koperasi Unit Desa-KUD di Indonesia, kecuali manajemen yang berbeda sama sekali). Jika koperasi-koperasi di Indonesia dikelola secara parsial, maka koperasi-koperasi di Korea Selatan dikelola secara bisnis terintegrasi (integrated business) dalam kerangka sistem industri Agricultural Lean Supply Chain Management yang sangat efisien, produktif, dan berkualitas, sejak dari industri hulu-on farm-sampai industri hilir. Aktivitas seperti pembibitan, produksi pertanian, agro industry, sampai pemasaran hasil-hasil pertanian dilakukan sepenuhnya oleh Koperasi Pertanian (National Agricultural Cooperative Federation) secara bisnis terintegrasi. GMB berusaha untuk memperbaiki kesenjangan standar hidup antara daerah perkotaan, yang cepat berkembang karena penerapan strategi industrialisasi berorientasi ekspor, dan desa-desa kecil, yang terus terperosok dalam kemiskinan. Kolaborasi melalui koperasi-koperasi pedesaan terus-menerus mendorong anggota masyarakat terutama di daerah pedesaan (termasuk di perkotaan) untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan ekonomi dan industri Korea Selatan. Tahap awal dari GMB difokuskan pada peningkatan kondisi kehidupan dasar dan lingkungan melalui berbagai proyek-proyek yang berkonsentrasi pada pembangunan infrastruktur pedesaan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat pedesaan itu. GMB telah diadopsi oleh PBB sebagai salah satu model pembangunan pedesaan yang paling EFISIEN di dunia. Komisi Ekonomi untuk Afrika (Economic Commision for Africa = ECA) telah memutuskan untuk memilih GMB sebagai model dasar untuk Program Modernisasi Pertanian Berkelanjutan dan Transformasi Pedesaan (SMART = Sustainable Modernization of Agriculture and Rural Transformation) pada tahun 2008. Selain itu, GMB ini telah diekspor ke lebih dari 70 negara untuk berbagi pengalaman pembangunan pedesaan di seluruh dunia. Indonesia BELUM mau mengimpor GMB ini, karena meyakini bahwa Pasal 33 UUD 1945 adalah asli milik bangsa Indonesia, dan sedang berwacana terus melalui berbagai forum seminar, pelatihan, pertemuan, symposium, dll untuk menerapkannya, alias masih NATO (No Action Talk Only) BUKAN AFTA (Action First Talk After)! GMB dibangun berdasarkan 5 (lima) tahap. Jika ingin mengetahui bagaimana mekanisme kerja GMB, silakan kontak penulis; karena ia memiliki keahlian yang berkaitan dengan manajemen dan sistem industri. Kombinasi antara strategi industrialisasi berorientasi ekspor dan GMB yang merupakan implementasi Pasal 33 UUD 1945 akan membawa bangsa dan Negara Indonesia menuju “langit” kesejahteraan, TIDAK HANYA menetap di bumi. Sasaran tinggal landas Indonesia oleh mantan Presiden Soeharto adalah REPELITA VI, TETAPI pesawatnya meledak pada tahun 1998, dan sejak itu Indonesia kehilangan arah mau bagaimana dan ke arah mana pembangunan Indonesia masa depan. Jika implementasi pasal 33 UUD 1945 model Korea Selatan di atas diterapkan di Indonesia, apalagi ditambah KOMITMEN pemerintah untuk menerapkan Good Government Governance mengikuti standar Internasional ISO 9001 yang telah didesain oleh penulis (lihat Gambar 3), maka penulis yakin bahwa Indonesia akan mampu mengejar ketertinggalannya dari Korea Selatan dan Malaysia. 1403210868297592758 Gambar 3. Manajemen Pemerintahan Berstandar Internasional ISO 9001 KESIMPULAN Strategi peningkatan dan pemerataan pendapatan masyarakat Korea Selatan dilakukan melalui koperasi-koperasi yang mengelola bisnis mereka dalam suatu manajemen ke-SISTEM-an industri yang kuat, kapabel, handal, produktif dan berkualitas. Agricultural Lean Supply Chain Management di Korea Selatan yang dilakukan melalui koperasi-koperasi pertanian mulai dari pedesaan sampai perkotaan telah mensejahterakan petani-petani dan tenaga kerja yang terlibat dalam sektor-sektor industri hulu sampai hilir. Sesungguhnya sistem perkoperasian serta model pembangunan di Korea Selatan ini yang sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945, sehingga meskipun Korea Selatan tidak memiliki UUD 1945 tetapi mereka jauh lebih maju dari kita di Indonesia yang hanya berwacana terus-menerus tentang Pasal 33 UUD 1945. Pembuat kebijakan pembangunan ekonomi dan industry serta pembangunan sumber daya manusia di Indonesia HARUS belajar kepada Korea Selatan, sebuah Negara yang sangat miskin pada tahun 1960-1970 TELAH bertransformasi menjadi Negara maju berproduktivitas dan berpendapatan tinggi di Asia. Apakah “Indonesia Macan Asia” yang selalu didengungkan itu HANYA slogan belaka atau macan ompong saja? VINCENT GASPERSZ, adalah Profesor bidang teknik sistem dan manajemen industri. Lulus sebagai Doktor Teknik Sistem dan Manajemen Industri dari ITB, 1991 dengan IP = 4,0 (sempurna). Menulis disertasi doktor di ITB tentang Keterkaitan Struktur Industri dengan Produktivitas di Indonesia, 1991 (Studi Pembangunan Ekonomi dan Sistem Industri Periode 1967-1988). Vincent Gaspersz /vincentgaspersz07121958 Vincent Gaspersz, adalah Profesor bidang teknik sistem dan manajemen industri. Menulis disertasi doktor di ITB tentang Keterkaitan Struktur Industri dengan Produktivitas di Indonesia, 1991 (Studi Pembangunan Ekonomi dan Sistem Industri Periode 1967-1988). Selengkapnya... IKUTI Share 1 0 0 KOMPASIANA ADALAH MEDIA WARGA, SETIAP KONTEN DIBUAT OLEH DAN MENJADI TANGGUNGJAWAB PENULIS. LABEL bisnis ekonomi

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/vincentgaspersz07121958/implementasi-pasal-33-uud-1945-pembelajaran-dari-korea-selatan_54f6ed11a3331153098b49cb

Dokter Kurang Ramah, Warga Berobat ke Malaysia

 Buat Baca-baca biar gaul dikit hehehe....

JAKARTA 26 Sep 2016 (Suara Karya): Pemerintah harus memiliki kemauan politik (political will) yang kuat untuk menyediakan layanan kesehatan yang prima dan terjangkau sehingga masyarakat tidak perlu berobat ke Malaysia atau negara lain.
"Sekarang persoalannya, mau atau tidak pemerintah menyediakan layanan kesehatan prima dengan biaya murah. Kalau bisa, saya yakin sedikit sekali orang Indonesia yang berobat ke luar negeri," kata Prof Dr Hasbullah Thabrany dari Center for Health Economics and Policy, Universitas Indonesia, di Jakarta, Rabu (18/7), ketika diminta tanggapannya oleh Suara Karya seputar makin maraknya warga Indonesia yang berobat ke Malaysia.
Prof Hasbullah menambahkan, dari segi kualitas, dokter Indonesia sebenarnya tidak kalah dibanding dokter Malaysia.
  Namun sayangnya, dokter Indonesia terlalu banyak yang nyambi dengan bekerja di beberapa rumah sakit. Akibatnya, waktu percakapan dengan dokter terasa sangat sempit dan terburu-buru. Pasien pun kemudian merasa tidak puas.
"Ini berbeda dengan dokter Malaysia yang hanya bekerja di satu rumah sakit. Mereka bisa terfokus terhadap pasien. Mereka punya banyak waktu bagi pasien yang bertanya seputar penyakitnya.
 Pasien merasa benar-benar dilayani. Ini yang sulit didapatkan dari layanan rumah sakit di dalam negeri," tutur Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia itu.
Maraknya warga Indonesia berobat ke Malaysia sebelumnya disinggung Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Prof Ali Ghufron Mukti. Menurut Wakil Menkes, dokter maupun teknologi kesehatan Indonesia tidak kalah dibanding Malaysia. Bahkan dokter Malaysia pun banyak lulusan perguruan tinggi negeri (PTN) di Indonesia.
"Saya heran, banyak pasien yang memilih berobat ke Malaysia. Padahal, dokter di sana itu lulusan Indonesia juga. Saat ini paling tidak ada sekitar 200 sampai 400 dokter Malaysia lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta," kata Ali Ghufron di Solo, Selasa (17/7).
Wakil Menkes mengakui, salah satu kelemahan rumah sakit di Tanah Air adalah minimnya kerja sama tim saat menangani pasien. "Rumah sakit Indonesia tampaknya harus banyak belajar dari Malaysia, terutama soal bagaimana memberikan pelayanan yang prima," ucapnya.
Malaysia saat ini memang tergolong sukses dalam menyediakan program wisata kesehatan bagi penduduk Indonesia, yang sangat mendambakan layanan prima dengan harga murah. Situs malaysiahealthcare .com mencatat kunjungan turis untuk wisata kesehatan Malaysia ini secara statistik terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Pada tahun 2007 saja tercatat 386.000 turis yang berobat ke Malaysia, dan meningkat menjadi 410.000 pada tahun 2009. Dari total kunjungan wisata berobat itu, 70 persennya adalah dari Indonesia.
Pendapatan yang diperoleh Malaysia dari sektor wisata kesehatan ini juga relatif lumayan. Pada tahun 2006 tercatat Malaysia memperoleh 167 juta ringgit atau 480 miliar rupiah lebih dari sektor ini dan meningkat dari tahun ke tahun. Karena itu, diprediksi mencapai 6 triliun rupiah lebih tahun 2010.
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Prof Rusdi Lamsudin, menilai kondisi semacam itu tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Sebab, dampak yang timbul bisa berupa masalah ekonomi maupun harga diri para dokter Indonesia.
"Berapa devisa negara yang terbuang ke luar negeri untuk tindakan yang sebenarnya bisa dilakukan dalam negeri? Kondisi ini tidak bisa dibiarkan terus," ucap Rusdi di Yogyakarta kemarin.

India Bisa, Kenapa Indonesia Tidak?

Dari latar belakang sejarah, ekonomi maupun politik, India sebenarnya tidak jauh berbeda dengan Indonesia. India adalah negara demokrasi bekas jajahan Inggris yang merdeka pada tahun 1947 dan termasuk dalam kelompok negara berkembang. 

Tetapi ekonomi India terus tumbuh berkembang menjadi salah satu raksasa ekonomi yang terus berusaha mengejar pertumbuhan ekonomi Cina, raksasa ekonomi Asia lainnya. Pertanyaannya, kenapa Indonesia yang sama-sama negara demokrasi dan merdeka lebih dulu tetapi sepertinya dalam segala hal tertinggal jauh dibelakang India?

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/adinesamson/india-bisa-kenapa-indonesia-tidak_552ba08e6ea834c13c8b4584


Dari pengamatan  selama ini, ada beberapa faktor yang menyebabkan India bisa jauh lebih maju dari Indonesia.

 1.Identitas Kebangsaan India adalah bangsa yang bangga akan identitas dirinya dalam segala hal. India adalah satu-satunya negara di dunia yang bisa menyaingi produksi film Hollywood, karena India mempunyai Bollywood, produsen film terbesar di dunia. 

Bukan hanya dalam hal kuantitas, tetapi dalam hal identitas budaya, film-filmnya sangat berkarakter india banget. Bahkan ibu Megawati, mantan Presiden kita pernah dalam satu kesempatan menyampaikan harapannya agar film Indonesia bisa mempunyai karakter kuat seperti layaknya film India, dengan selorohnya, “kalau film India, kita nontonnya sambil merem juga langsung tahu kalau itu film India.” Saking kuatnya karakter film India, sampai menjadi bahan anekdot di kita, kalau orang India itu nggak boleh lihat atau dekat-dekat pohon atau tiang listrik, karena kalau dekat pohon pasti langsung nyanyi dan menari-nari memeluk-meluk pohon seperti adegan di hampir semua film India era 80-an.

Bukan hanya di film, kebanggaan India juga melekat pada hampir semua pejabat negaranya. Berbeda dengan di Indonesia, pejabat di India lebih bangga berpakaian tradisional India dan berkendara dengan mobil dinas produksi Tata Motor, produsen otomotif terbesar di India, yang jauh dari kesan mewah dan mahal, sangat kontras dengan mobil dinas di negara kita.

2.Politik Luar Negeri Sebagai sesama pencetus gerakan non blok, pada dasarnya politik luar negeri India dan Indonesia tidak jauh berbeda. Secara geopolitik, India berada di wilayah Asia Selatan yang penuh dengan konflik dan berhadapan dengan Pakistan yang mempunyai senjata nuklir dan menjadi “sarang bebarapa teroris” musuh AS. Dengan bekal itu India berhasil memainkan peranannya dalam menjaga stabilitas keamanan dalam negeri maupun stabilitas kawasan regionalnya. Dengan kekhawatiran kesulitan mengontrol Pakistan, mau tidak mau AS “membiarkan” India menjadi kuat (dengan nuklir dan teknologi militer lainnya) untuk mengimbangi kekuatan Pakistan. Padahal, di sisi lain AS tidak begitu menyukai India, yang masih bekerjasama (baik ekonomi maupun militer) dengan “seteru” abadinya, yaitu Rusia.

Pertanian RI Tertinggal dari Thailand dan Vietnam

Tanya kenapa mbah Putri ?


Harga bahan pangan dari hasil pertanian di Indonesia terbilang mahal di tingkat konsumen. Penyebabnya adalah kesemrawutan pengelolaan lahanpertanian, pola pasokan dan distribusi sampai kepada keuntungan, atau marjin perdagangan dan pengangkutan (MPP) yang tinggi. Kondisi tersebut sangat jauh berbeda dengan di luar negeri, terutama Thailand dan Vietnam.

Deputi Bidang Statistik Produksi Badan Pusat Statistik (BPS) Adi Lumaksono mengungkapkan ‎pola distribusi perdagangan komoditi strategis per provinsi di Indonesia sangat bervariasi.
Contohnya pola terpanjang terjadi pada distribusi cabai merah di Propinsi Jawaa Tengah dan terpendek di jalur distribusi perdagangan bawang merah di Maluku Utara.
"Distribusi perdagangan beras, cabai merah, bawang merah, jagung pipilan, dan daging ayam ras dari produsen sampai konsumen akhir melibatkan dua hingga sembilan fungsi kelembagaan usaha perdagangan," ujar Adi di Jakarta, seperti ditulis Senin (8/2/2016).

"Thailand dan Vietnam, antara produksi, distribusi, dan pasokan bahan pangan lebih baik, lancar. Vietnam, misalnya, punya masterplan sektor pertanian yang bagus. Contohnya rasio antara lahan pertanian dan rumah penduduk sudah diatur. Memang di Indonesia pengelolaan ‎lahan pertanian masih lemah. Konversi lahan masif terjadi di mana-mana, kalau untung besar dijual saja," ujar Adi.

Sementara itu, katanya, pola distribusi dan jalur perdagangan di negara tetangga seperti Vietnam dan Thailand lebih baik. Arus perdagangan dari produsen ke konsumen lancar dengan dukungan transportasi dan infrastruktur memadai serta kesejahteraan atau daya beli masyarakatnya.

Vietnam, ia menuturkan, merupakan salah satu negara yang tertinggal dari Indonesia. Namun kini Indonesia bergantung pada impor beras dari negeri tersebut. Peta jalan sektor pertanian di Thailand pun bernasib sama dengan Vietnam, sehingga memiliki masa depan cerah.
"Pertanian yang maju dan kita kalah adalah dengan Thailand, seperti beras, sayur mayur, buah-buahan. Paling penting agen maupun pengecer bahan pangan tidak mematok marjin selangit, seperti di Indonesia," ucap Adi.
Hanya saja, Adi menepis anggapan harga beras Indonesia yang termahal dibanding negara lain se-ASEAN. Namun katanya, Menteri Pertanian pernah membeberkan harga beras di Indonesia jauh lebih murah dibanding negara di kawasan Asia Tenggara.
"Tapi kenapa harga beras impor Thailand sangat murah, saya duga ada dumping. Tapi saya tidak tahu persisnya," tutur Adi.‎ (Fik/Ahm)