Senin, 22 Februari 2016

Sayuran Digoreng Lebih Kaya Antioksidan



KOMPAS.com - Makanan yang diolah dnegan cara digoreng selama ini lekat dengan predikat makanan tak sehat. Namun, ternyata sayuran, termasuk kentang yang digoreng mengandung manfaat sehat.

Setidaknya, itulah kesimpulan yang dibuat dalam sebuah studi terbaru yang dipublikasikan dalam Food Chemistry. Para peneliti menemukan bahwa kandungan antioksidan pada kentang, labu, tomat, dan terong yang digoreng jauh lebih tinggi ketimbang bila sayuran tersebut ditumis atau rebus.
Ahli gizi pun merekomendasikan penambahan sumber lemak untuk sayuran, misalnya dengan mengolah sayuran bersama minyak zaitun atau memilih full-fat salad dressing ketimbang varian yang bebas lemak untuk memudahkan penyerapan vitamin yang larut dalam lemak seperti A, D, E, dan K. Sehingga menggoreng tidak selalu buruk bagi kandungan nutrisi dalam makanan.
“Hanya saja, gorenglah sayuran dalam minyak yang sehat, seperti extra virgin olive oil (evoo). Sebab senyawa antioksidan yang disebut fenol dalam minyak akan ditransfer ke sayuran,” kata Frances Largeman-Roth , RD, penulis Eating in Color, menanggapi penelitian tersebut.
Dengan kata lain, membiarkan beberapa jenis sayuran untuk “mandi” minyak hangat dalam pinggan tidak hanya bisa membuat nutrisi di dalam sayuran lebih mudah diserap tubuh, namun benar-benar membuat sayuran mengandung lebih banyak nutrisi.
Meski begitu, peneliti belum menemukan apakah makanan lainnya seperti seperti ayam atau udang goreng akan menyerap fenol saat digoreng.
Largeman-Roth berspekulasi, bahwa makanan tersebut memiliki kandungan air yang lebih rendah dari sayuran, sehingga hanya sedikit kemungkinan untuk menyerap zat baik dalam minyak zaitun.
Temuan ini cukup menarik, namun bukan berarti Anda menjadi bebas menggoreng semua sayuran, terlebih dengan menambahkannya tepung agar menjadi renyah.
Sebab adonan tepung bisa menjadi pemicu yang cepat untuk kenaikan berat badan, makan berlebihan, serta masalah kesehatan lainnya. Terlebih bila minyak yang digunakan adalah minyak dengan kandungan lemak trans.
Selain itu, suhu minyak juga perlu mendapat perhatian untuk bisa mendapat manfaat sehat dari makanan yang digoreng.
"Jika Anda memanaskan minyak dan menghasilkan asap, itu menandakan minyak mulai rusak," kata Largman-Roth. Sehingga pastikan minyak tak sampai menimbulkan asap saat dipanaskan.
Tentu saja, Anda tidak dapat mengontrol jenis minyak atau suhu yang digunakan di restoran, tapi Anda bisa mulai melakukannya di rumah.

Selasa, 09 Februari 2016

NYANYIAN KEPEKAAN

NYANYIAN KEPEKAAN

17 Apr 2015

Jika keterhubungan spiritual adalah akar kesembuhan mendalam, lantas bagaimana caranya agar segera terhubung? Ini pertanyaan banyak sekali pencari. Ini juga yang membuat banyak sahabat tekun melaksanakan yoga, doa, meditasi dan praktik spiritual lainnya.
Bagi setiap sahabat yang masa mudanya tumbuh di tengah keramaian, kemudian merasakan kejenuhan di tengah keramaian mengerti, ada saatnya dalam kehidupan seseorang mesti belajar tumbuh dalam kesendirian. Kemudian belajar membaca buku suci yang ada di dalam.
Sedihnya, banyak manusia menakuti kesendirian. Sebagian bahkan sangat takut dengan kesendirian karena mengira akan digoda setan. Jiwa-jiwa indah yang sudah bertumbuh jauh lain lagi. Bila orang biasa menakuti kesendirian, jiwa-jiwa indah menemukan keutuhan (wholeness) dalam kesendirian.

Tapi perjalanan menjumpai keutuhan itu jauh dari mudah. Segelintir sahabat yang lapar dengan keutuhan kemudian tinggal di hutan. Tapi tanpa persiapan yang memadai, kehidupan di hutan bisa menjadi awal dari banyak kegelapan.
Di jalan meditasi khususnya, para sahabat diajak untuk memandang secara mendalam (baca: pandangan terang). Perhatikan daun sebagai contoh. Di permukaan ia terlihat muncul sebagai daun kecil, menghijau, layu, kemudian jatuh.
Tapi di kedalaman yang dalam, saat daun layu dan jatuh, ia tidak berhenti bertumbuh. Ia berevolusi menjadi kompos, untuk kemudian muncul sebagai daun kembali di waktu yang lain. Dengan cara pandang seperti ini, kematian yang paling ditakuti banyak manusia, tidak lagi menakutkan. Ia sesederhana daun kering yang jatuh.
Bila kematian tidak lagi menakutkan, maka ketakutan-ketakutan lain akan mengecil dan semakin kecil. Sampai suatu hari pandangan terang membawa hadiah spiritual yang indah berupa mekarnya bunga keterhubungan. Tandanya sederhana, seseorang mulai melihat diri yang lebih besar dan agung.
Jangankan manusia, bahkan binatang, pepohonan, bebatuan pun terlihat sebagai bagian dari diri yang sama. Akibatnya, seseorang jadi rindu menyayangi, sekaligus hati-hati sekali agar tidak menyakiti mahluk lain.
Penulis besar abad ini Paolo Coelho yang menulis banyak sekali buku best-seller tingkat dunia pernah bercerita: “saya orangnya mudah meneteskan air mata. Jangankan mendengarkan cerita sedih orang lain, bahkan menyaksikan matahari tenggelam pun bisa meneteskan air mata. Belakangan saya baru mengerti, air mata adalah kata-kata yang minta segera ditulis”.
Inilah contoh indah jiwa yang terhubung. Ia menemukan dirinya di mana-mana. Sebagai akibatnya, ada kerinduan mendalam untuk senantiasa berbagi. Oleh karena Paolo Coelho seorang penulis, beliau berbagi cerita kepada jutaan pembacanya di seluruh dunia. Sekaligus inilah kehidupan sebagai nyanyian kepekaan.
Penulis: Gede Prama.
Photo Courtesy: Twitter @Tetsuo5151z.

Kamis, 04 Februari 2016

DIRI YANG LEBIH DALAM

DIRI YANG LEBIH DALAM

2 Oct 2015


Terasing dalam tubuh sendiri, itulah ciri banyak sahabat yang hidupnya bermasalah. Takut, ragu, di sini bermasalah, di sana tidak betah, itulah sebagian ciri manusia yang belum berumah dalam tubuhnya sendiri. Ini terjadi karena manusia hanya belajar ke luar. Sangat-sangat sedikit ada manusia di zaman ini yang mau belajar ke dalam.
Coba perhatikan apa-apa yang diajarkan di sekolah. Nyaris semua langkah belajar di sekolah mencakup langkah-langkah belajar ke luar. Di keluarga dan masyarakat serupa. Persaingan yang berlebihan membuat orang mengikuti langkah-langkah orang lain secara berlebihan.
Ujung-ujungnya mudah ditebak, terlalu banyak jiwa di zaman ini yang tidak aman dan tidak nyaman dalam tubuh mereka sendiri. Semakin lama mereka hidup seperti ini, semakin banyak bibit-bibit penyakit yang mereka tanam di dalam.
Terinspirasi dari sini, layak direnungkan untuk menggali ke dalam diri. Meminjam tulisan seorang mistikus, menggali diri serupa mengupas bawang merah. Di permukaan terlihat kotor. Saat dibuka ia jadi putih. Semakin dibuka semakin putih. Tatkala tidak ada lagi yang bisa dibuka, yang tersisa hanya air mata yg meleleh.
Konkritnya, di permukaan banyak jiwa memang terlihat kotor dengan dosa dan rasa bersalahnya. Asal tekun menggali, menggali dan menggali, suatu hari seorang pencari akan menemukan wajah diri yang semakin putih (baca: semakin bersyukur)  dan semakin putih.

Diantara demikian banyak Guru tersembunyi yang tersedia di dalam, yang bisa membimbing seseorang untuk menggali sampai dalam sekali adalah rasa sakit. Terutama karena rasa sakit tidak menyisakan pilihan lain selain menoleh ke dalam.
Untuk itu, apa pun bentuk rasa sakitnya, baik sakit fisik maupun emosi, belajar menemukan pesan-pesan bimbingan di balik rasa sakit. Louise L. Hay dalam karyanya You Can Heal Your Life adalah salah satu orang yang menemukan pesan-pesan spiritual mendalam di balik rasa sakit.
Hanya sebagai contoh, para sahabat yang memiliki gangguan jantung sedang diundang untuk menyempurnakan cinta. Kawan-kawan yang terkena lever sedang diketuk hatinya untuk menyembuhkan kemarahan. Para pencari yang punya gangguan pencernaan disarankan untuk lebih mengalir dalam kehidupan.
Ia yang memiliki gangguan pernafasan, itu adalah cara sang jiwa di dalam untuk memberi tahu akan pentingnya keterhubungan. Siapa saja yang kakinya bermasalah, itu adalah masukan agar hati-hati dalam melangkah. Para penggali yang sering sakit di mulut dan tenggorokan, dianjurkan untuk hati-hati dalam berbicara.
Dengan cara seperti ini, seseorang terus menerus berguru ke dalam diri. Serangkaian langkah yang membimbing seseorang untuk berumah dalam tubuh sendiri. Di rumah seperti inilah jiwa bisa menemukan kalau kehidupan adalah puisi kedamaian.
Penulis: Gede Prama

Selasa, 02 Februari 2016

BERJUMPA CAHAYA

BERJUMPA CAHAYA

11 Dec 2015

Seorang anak muda bertanya secara menyentuh hati seperti ini: “bila Guru sejati hanya menerangi jiwa-jiwa dengan tabungan karma baik yang berlimpah, lantas siapa yang menerangi manusia-manusia gelap yang penuh dengan kekurangan?”.
Sejujurnya, di setiap putaran waktu ada cahaya. Sayangnya, banyak manusia yang tertutup oleh sejumlah penghalang. Akibatnya, mereka mengira kalau jiwa mereka tidak ada yang menerangi. Mirip dengan cahaya di alam. Saat siang ada matahari. Ketika malam ada bintang dan bulan.
Di Tantra khususnya dikenal tiga jenis penghalang untuk berjumpa cahaya. Ada penghalang luar seperti tubuh, pikiran dan perasaan. Ada penghalang dari dalam berupa tubuh halus yang dikenal dengan istilah nadi (saluran energi), prana (energi), bindu (esensi atau inti). Serta penghalang rahasia berupa dualitas yang tetap (dualistic fixation).

Meditasi yang umumnya diajarkan untuk konsumsi publik hanya bisa menembus penghalang-penghalang luar saja. Sedangkan penghalang dari dalam, lebih-lebih penghalang rahasia hanya bisa ditembus oleh praktik-praktik Tantra yang mendalam. Sayangnya, tidak boleh membuka rahasia-rahasia Tantra kepada sembarang orang.
Untuk konsumsi publik, ada tiga jembatan berjumpa cahaya. Jembatan panjang yang pertama bernama meditasi. Mirip dengan cahaya listrik yang muncul sebagai akibat sintesa negatif-positif, meditasi juga serupa. Melalui ketekunan menyaksikan, menyaksikan dan menyaksikan, seseorang sesungguhnya sedang mensintesakan unsur negatif-positif yang ada di dalam diri.
Jembatan ke dua yang lebih pendek bernama pelayanan. Asal tekun dan tulus melakukannya, pelayanan juga bisa menghantar seseorang berjumpa cahaya. Salah satu puisi Upanishad berbunyi seperti ini: “Lama saya tersesat dalam pencarian. Saya menemukan kembali diri saya dalam pelayanan. Tatkala pelayanan didalami, ternyata yang melayani dan yang dilayani sama”. Inilah bentuk perjumpaan dengan cahaya melalui pelayanan.
Jembatan terpendek tapi penuh rintangan bernama rasa sakit. Di zaman ini, nyaris semua orang suci berjumpa cahaya menggunakan jembatan bernama rasa sakit. Nelson Mandela dipenjara selama 27 tahun, YM Dalai Lama kehilangan negerinya di umur 15 tahun, Bunda Teresa menghabiskan puluhan tahun hidupnya di tengah rasa sakit kota Kalkuta, Mahatma Gandhi bahkan wafat tertembak.
Bedanya dengan orang biasa yang lari ketakutan saat dikunjungi rasa sakit, orang-orang yang menemukan cahaya di jalan ini belajar sujud dan hormat di depan rasa sakit. Ia mirip dengan sujud hormat kepada Guru sejati yang sangat dihormati.
Indahnya rasa sakit, ia tidak saja membuat seseorang membayar lunas hutang-hutang karmanya, tapi juga membuat jiwa jadi termurnikan sekaligus tersempurnakan. Penyair besar Kahlil Gibran berjumpa cahaya yang ia pancarkan melalui mahakaryanya “Sang Nabi” saat beliau dalam kesedihan mendalam.
Sekarang kembali pada kekokohan seseorang di dalam. Jika seseorang labil, keropos, mudah jatuh, meditasi adalah jalan berjumpa cahaya yang paling aman. Manakala Anda kokoh, kuat, tekun, tulus di dalamnya, jembatan rasa sakit adalah jembatan yang disarankan untuk berjumpa cahaya.
Author: Gede Prama.
Photo Courtesy: Twitter @thisthatperhaps

LENGKUNGAN YANG MENYEMBUHKAN

LENGKUNGAN YANG MENYEMBUHKAN




Dalam sebuah penerbangan menuju Bali, seorang wisatawan yang sudah berkunjung ke Bali berkali-kali ditanya sebab kenapa ia suka mengunjungi pulau Bali. Dengan spontan wisatawan ini menjawab: “yang khas dari pulau ini adalah senyuman orang-orangnya”.
Dengan kata lain, senyuman bukanlah persoalan sederhana. Ia bermakna jauh lebih dalam dari sekadar bibir yang melengkung. Ia yang kerap tersenyum mengerti, awalnya senyuman memang sekadar sapaan pada orang-orang untuk menunjukkan kalau kita bersahabat.
Begitu dilakukan berkali-kali, lebih-lebih dengan cara yang lebih dalam lagi, senyuman berubah wajah menjadi cahaya penerimaan yang dipancarkan ke dalam diri. Terutama karena senyuman adalah sebentuk dekapan lembut seseorang pada jiwa yang bersemayam di dalam.

Setiap sahabat yang meditasinya sudah mendalam, terbiasa tersenyum pada setiap berkah kekinian - entah ia menjengkelkan atau menyenangkan - suatu hari akan mengerti, ternyata senyuman adalah bunga indah yang kita bagikan kepada dunia.
Ringkasnya, senyuman adalah jembatan yang menghubungkan seseorang baik pada kehidupan di luar maupun di dalam. Di Barat ada cerita tentang Norman Cousins yang pernah divonis terkena penyakit sangat serius yang penuh komplikasi. Kemudian ia menyewa motel kecil serta menghabiskan waktu lama hanya menonton film-film yang lucu dan mengundang senyuman.
Untuk membuat ceritanya ringkas, beberapa waktu kemudian Norman Cousins sembuh dari penyakit rumit ini. Pelajaran yang bisa ditarik dari sini, dan ini juga dibenarkan oleh sejumlah hasil penelitian, ternyata tawa dan senyuman meningkatkan kekebalan tubuh seseorang. Untuk kemudian membantu tubuh bisa menyembuhkan dirinya.
Terinspirasi dari sini, layak direnungkan untuk tekun melatih diri agar selalu tersenyum. Di dunia spiritual mendalam khususnya, ada banyak pencari yang sangat mengagumi senyuman sebagai jalan spiritual.
Perhatikan salah satu puisi Rumi: “hidup serupa tinggal di losmen. Setiap hari tamunya berganti. Dan siapa pun tamu yang datang. Jangan pernah lelah untuk tersenyum”. Simpelnya, hidup memang sebuah persinggahan sementara. Kadang dikunjungi kesedihan kadang dikunjungi kesenangan. Dan tugas seorang pencari yang sudah dalam hanya tersenyum.
Lebih-lebih di dunia meditasi. Di tingkat kesempurnaan, berlatih meditasi adalah berlatih tersenyum. Jika Anda bisa tersenyum pada kesenangan, itu artinya Anda jiwa yang biasa. Bila Anda bisa tersenyum pada kesedihan, itu artinya Anda jiwa yang bercahaya.
Dalam bahasa yang sederhana namun dalam, tatkala seseorang tersenyum, ia tidak saja sedang berbagi cahaya pada orang lain, tapi juga sedang membawahi lilin penerang pada kegelapan yang ada di dalam diri. Inilah yang disebut dengan lengkungan yang menyembuhkan.
Penulis: Gede Prama.