Senin, 07 Desember 2015

SENI ISTIRAHAT

Kelelahan, itu salah satu ciri manusia kekinian. Jangankan di dunia material, bahkan di dunia spiritual pun banyak manusia kelelahan karena mengejar Tuhan dan pencerahan. Jangankan saat bekerja, bahkan dalam tidur pun banyak manusia belum istirahat karena diganggu oleh mimpi-mimpi buruk.

Ciri utama jiwa-jiwa yang gagal istirahat adalah bertumpuknya keinginan yang mau dicapai. Dan setelah sebagian keinginan tercapai, sejumlah keinginan lain muncul dalam jumlah yang lebih banyak lagi. Ujungnya mudah ditebak, kehidupan bertumbuh dari gelap menuju semakin gelap.
Sebelum jiwa betul-betul masuk jurang yang gelap, layak direnungkan untuk belajar istirahat. Kata istirahat memang terdengar sederhana, tapi ia menjadi tidak sederhana dalam pelaksanaan karena pikiran sudah dibelit oleh banyak kerumitan dan keinginan.

Untuk itulah, langkah pertama dalam seni istirahat adalah menyederhanakan kehidupan dan keinginan. Tanpa menyederhanakan kehidupan dan keinginan, maka jiwa mana pun akan gagal untuk istirahat. Dan bagi orang kebanyakan, menyederhanakan keinginan dan kehidupan itu jauh dari sederhana.

Salah satu sumber sulitnya menyederhanakan kehidupan adalah kecenderungan kuat banyak orang untuk selalu merasa lebih dibandingkan orang lain. Semakin kuat energi untuk disebut lebih ini, maka semakin rumit pertumbuhan jiwa seseorang.
Lebih dari itu, cara bertumbuh yang terlalu membandingkan cepat atau lambat akan membuat seseorang merasa terasing dalam tubuh sendiri. Kombinasi antara kerumitan keinginan di satu sisi dengan keterasingan di lain sisi, inilah awal banyak sekali kejatuhan spiritual seperti bunuh diri, perceraian, atau bahkan gila.

Bercermin dari sini, layak direnungkan untuk menyatu dengan setiap panggilan kekinian. Saat bekerja, belajar menyatu dengan setiap gerak kerja. Tatkala makan, menyatu dengan setiap rasa yang lewat di mulut. Ketika berdoa, belajar menyatu dengan setiap suara doa.
Pengertian menyatu sederhana, lepaskan semua keinginan, tinggalkan segala kerumitan kehidupan, kemudian sepenuhnya istirahat di saat ini apa adanya. Di sesi-sesi meditasi kerap terdengar pesan seperti ini: “ia yang menyatu dengan saat ini sesungguhnya sedang melakukan persiapan terbaik untuk masa depan”.

Makanya dalam meditasi mendalam ada istilah mencuci piring untuk mencuci piring. Jika orang biasa mencuci piring secara buru-buru agar cepat-cepat selesai, dalam pendekatan istirahat seperti ini, seseorang menyatu dengan suara gemericik air, menyatu dengan bau sabun, menyatu dengan setiap gerakan tangan yang membersihkan piring yang kotor.

Bila semua gerak kehidupan dilakukan dengan semangat menyatu seperti ini, di sana seseorang mengalami keadaan istirahat sempurna. Di puncak istirahat yang sempurna, semua ketakutan menghilang. Meminjam pendapat seorang Guru, kematian sesederhana daun kering yang jatuh. Di titik ini, bahkan saat kematian pun  seseorang bisa istirahat sempurna.

* Gede Prana

1 komentar:

  1. istirahat yang dimaksud di atas untuk orang-orang yang hidup hanya sendiri saja.........jadi tidak ngurusin orang lain tapi hanya ngurusin diri sendiri saja....alias egois

    BalasHapus