LENGKUNGAN YANG MENYEMBUHKAN
Dalam sebuah penerbangan menuju Bali, seorang wisatawan yang sudah berkunjung ke Bali berkali-kali ditanya sebab kenapa ia suka mengunjungi pulau Bali. Dengan spontan wisatawan ini menjawab: “yang khas dari pulau ini adalah senyuman orang-orangnya”.
Dengan kata lain, senyuman bukanlah persoalan sederhana. Ia bermakna jauh lebih dalam dari sekadar bibir yang melengkung. Ia yang kerap tersenyum mengerti, awalnya senyuman memang sekadar sapaan pada orang-orang untuk menunjukkan kalau kita bersahabat.
Begitu dilakukan berkali-kali, lebih-lebih dengan cara yang lebih dalam lagi, senyuman berubah wajah menjadi cahaya penerimaan yang dipancarkan ke dalam diri. Terutama karena senyuman adalah sebentuk dekapan lembut seseorang pada jiwa yang bersemayam di dalam.
Setiap sahabat yang meditasinya sudah mendalam, terbiasa tersenyum pada setiap berkah kekinian - entah ia menjengkelkan atau menyenangkan - suatu hari akan mengerti, ternyata senyuman adalah bunga indah yang kita bagikan kepada dunia.
Ringkasnya, senyuman adalah jembatan yang menghubungkan seseorang baik pada kehidupan di luar maupun di dalam. Di Barat ada cerita tentang Norman Cousins yang pernah divonis terkena penyakit sangat serius yang penuh komplikasi. Kemudian ia menyewa motel kecil serta menghabiskan waktu lama hanya menonton film-film yang lucu dan mengundang senyuman.
Untuk membuat ceritanya ringkas, beberapa waktu kemudian Norman Cousins sembuh dari penyakit rumit ini. Pelajaran yang bisa ditarik dari sini, dan ini juga dibenarkan oleh sejumlah hasil penelitian, ternyata tawa dan senyuman meningkatkan kekebalan tubuh seseorang. Untuk kemudian membantu tubuh bisa menyembuhkan dirinya.
Terinspirasi dari sini, layak direnungkan untuk tekun melatih diri agar selalu tersenyum. Di dunia spiritual mendalam khususnya, ada banyak pencari yang sangat mengagumi senyuman sebagai jalan spiritual.
Perhatikan salah satu puisi Rumi: “hidup serupa tinggal di losmen. Setiap hari tamunya berganti. Dan siapa pun tamu yang datang. Jangan pernah lelah untuk tersenyum”. Simpelnya, hidup memang sebuah persinggahan sementara. Kadang dikunjungi kesedihan kadang dikunjungi kesenangan. Dan tugas seorang pencari yang sudah dalam hanya tersenyum.
Lebih-lebih di dunia meditasi. Di tingkat kesempurnaan, berlatih meditasi adalah berlatih tersenyum. Jika Anda bisa tersenyum pada kesenangan, itu artinya Anda jiwa yang biasa. Bila Anda bisa tersenyum pada kesedihan, itu artinya Anda jiwa yang bercahaya.
Dalam bahasa yang sederhana namun dalam, tatkala seseorang tersenyum, ia tidak saja sedang berbagi cahaya pada orang lain, tapi juga sedang membawahi lilin penerang pada kegelapan yang ada di dalam diri. Inilah yang disebut dengan lengkungan yang menyembuhkan.
Penulis: Gede Prama.
tersenyumlah dengan hati............
BalasHapus